Copyright © Light After Darkness
Design by Dzignine
Senin, 16 Maret 2015

Perjalanan ke Dieng, Negeri para dewa...Part 1 Kompleks candi.

Dear All,

Libur lebaran tahun 2013, saya sekeluarga berencana berwisata sebagai momen menikmati libur panjang. Ada beberapa destinasi yang menjadi opsi, namun atas saran dari Om ku (saran dan keinginan tepatnya) maka Dataran Tinggi Dieng ditetapkan menjadi tujuan wisata kami secara aklamasi keluarga (lebaynya hehe). Jadi kami berencana berangkat dari rumah pagi-pagi biar sampai sana tidak terlalu siang.

Hari H pun datang,... sedikit telat  karena kami baru mulai berangkat naik mobil jam 7 dari rumah (bagusnya si jam 6 atau setengah 7 biar engga terlalu siang disana). Kami berangkat ber 7 yaitu Kakek, 2 Om, Tante, 2 adik sepupu (cowo) dan saya sendiri (di belakang pojok). Saya sangat bergairah dalam liburan ini, karena waktu itu sedang sedikit pusing urusan skripsi, jadi  cocok buat hiburan lah ceritanya.

Perjalanan lumayan lama, dan sempet berhenti dulu di Banjarnegara. Total mungkin sekitar 3 jam perjalanan (karena sambil nyari jalan juga). Menurut info dari kakekku yang dulu lama tinggal di Banjarnegara, sebenernya rute ke dieng ada 2 jalur. Pertama via Karang kobar dan yang kedua via wonosobo. Kalo via karang kobar, konon rutenya tidak terlalu naik curam, namun stagnan nanjaknya, sedangkan via wonosobo,  awalnya jalan datar, lalu langsung naik curam jalannya. Karena jalan yang paling familiar adalah via wonosobo jadinya kita pake rute itu (engga tau juga lewat karang kobar kemana jalannya).

Dari kejauhan si kembar menggoda, Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing terlihat jelas menjulang karena hari itu sangat cerah. Apalagi ketika akan memasuki kota Wonosobo, salah satu gunung terlihat dari alun-alun (gunung yang mana saya ngga tahu). Kota Wonosobo begitu asri dan terlihat damai serta tidak terlalu macet. Saya sendiri baru pernah ke kota ini. Dari arah kota wonosobo kemudian memasuki jalan ke arah Dieng dan jalannya mulai nanjak curam. Terlihat berderet-deret mobil dan motor, baik di depan atau belakang mobil kami karena mereka tampaknya juga ingin berwisata meramaikan libur lebaran.
                               Gambar 1. Sindoro-sumbing, si couple yang mempesona
                             Gambar 2. Alun-alun Wonosobo dengan background gunung
                               Gambar 3. Sudut Asri alun-alun wonosobo
Jalan yang naik dan curam cukup mendebarkan untuk dilalui, termasuk saya sebagai penumpang.. tapi Om ku tampak santai mengendarai mobilnya karena tampaknya sudah sangat terampil.. Apalagi saat berpapasan dengan bis atau mobil yang turun berkebalikan arah dengan mobil kami,, wah deg degan. Sampai di tempat yang sedikit rata dan punya view bagus, kami sempet berhenti dan foto-foto dulu dengan background pemandangan dataran tinggi yang indah dan gunung Sindoro yang mengagumkan. Puas foto-foto kami lanjutkan perjalanan sampai ke kompleks wisata dieng dan ternyata hari sudah cukup siang rupanya.



Matahari bersinar terik, dan didalam kompleks wisata dieng ternyata ada banyak daerah wisata yang lokasinya terpisah-pisah. Karena kami tahunya cuma kompleks wisata candi saja, maka pertama kami bergerak ke tempat tersebut, dengan dibantu tanya-tanya orang tentunya hehehe. Setelah keliling-keliling nyasar akhirnya sampai juga ke kompleks candi dieng. Disana sudah banyak mobil dan motor terparkir, bahkan dengan plat-plat luar kota seperti halnya plat B.
Begitu masuk kompleks, kami langsung diserbu para pedangang yang menjajakan makanan dan oleh-oleh khas dieng seperti hiasan, tumbuhan purwaceng atau bunga-bunga. Yang pertama kami lakukan setelah tiba disana adalah MAKAN. Perjalanan jauh membuat kami mulai lapar. Daripada kami jadi reseh karena lapar (hahaha iklan), kami makan dulu dengan bekal yang dibawa dari rumah. Kebetulan ada gazebo deket kompleks candi yang memang diperuntukkan untuk isitirahat para wisatawan. So we took a rest, and ate well.

Deket Gazebo ada bebatuan, yang mirip dengan bekas reruntuhan candi. Kalau dari papan informasi di sekitar reruntuhan itu, batu tersebut memang bebatuan candi yang telah runtuh, entah karena faktor alam atau gempa kurang begitu jelas, namun direncanakan akan dipugar kembali. Di sekitar kami sendiri terbentang pegunungan-pegunungan yang asri namun tak ada puncak yang menjulang tinggi. Udara disana sejuk meskipun sinar matahari begitu kuat memancar (rasanya kaya diatas kepala), jadi kami tetep saja pakai jaket.


Selesai ISOMA, kami mulai menuju kompleks candi yang cukup deket dengan Gazebo (paling 300-500 meter). Jalan disana tertata dengan baik dan ada banyak pepohonan kecil berjejer menghiasi. Candi-candi sendiri berada di tanah lapang yang cukup luas, dengan beberapa candi yang berukuran besar dan kecil memenuhi kompleks itu. Melihat itu apa yang kamu pikirkan ??? lets narcis time begin hehehe.

Kami mulai foto-foto disana baik itu bersendiri, berdua, berame-rame atau ber-berapapun. Mau itu naik candi, masuk candi, di luar candi kami coba semua. Di sana ada tanah yang kalau diinjak sedikit lunak atau berasa goyang-goyang, jadi pergerakan bawah bumi nya kerasa banget. Hal itu menakjubkan, dan lebih takjub lagi kenapa bisa kepikiran, jaman dulu orang buat candi segede-gede gini, di tempat yang setinggi ini. ckckck

Menurut info, Candi ini dibangun oleh Dinasti Sanjaya, sebuah dinasti yang menganut kepercayaan hindu aliran syiwa pada abad ke 7. Jadi memang tujuan dibangun adalah untuk pemujaan pada Dewa Syiwa. Nah nama-nama dari candi ini pun mirip dengan nama-nama tokoh mahabharata seperti Candi Arjuna, Bima, Gatutkaca, Srikandi, setyaki dan Semar (meskipun ini lebih kepada mahabarata yang digubah oleh sastrawan jawa kuna). Dieng memang diyakini dulu di masanya selain sebagai pusat pemerintahan,  namun juga sebagai pusat spiritualitas dan peradaban. Dieng sendiri berasal dari kata "Di" ( yang artinya baik, bagus, cantik atau berbagai sifat yang menunjukkan ketinggian secara majas dan arti harafiah) dan "Hyang" (yang artinya dewa). Itulah mengapa Dieng diibaratkan sebagai tanah para Dewa karena disinilah tempat terbaik berkumpul dan dipujanya para dewa-dewa di jaman dulu menurut kepercayaan dinasti sanjaya.

Candi yang besar disini adalah candi Arjuna, candi ini dibangun dengan arsitektur yang mirip dengan candi-candi hindu di india, yang ditandai dengan ada beberapa arca-arca seperti arca Mahakala dan ganesha. Denger-denger candi disini terbagi menjadi beberapa kelompok candi, ada kelompok candi arjuna, kelompok candi gatutkaca, kelompok candi dwarawati, dan ada satu candi tunggal namanya candi bima. Dapet info juga candi-candi ini dulu ditemukan oleh orang belanda terendam di dalam telaga (what??? jadi lapangan ini dulu bekas danau? )

Seru juga foto-foto disana, meskipun panas tapi sejuk jadi engga kerasa (paling endingnya jadi gosong). Ada banyak para turis mancanegara berkunjung (sempet foto bareng juga, ndesoo haha yang penting eksis). Sesuatu hal yang menarik mengingat jauh-jauh para wisatawan dari luar negeri ini datang untuk menikmati dan menghargai hasil budaya kita, maka kita patut berbangga dan wajib melestarikan keutuhan tempat ini (jangan merusak, mencoret-coret, mencuri atau membuang sampah di komples ini).

Puas di kompleks Candi kami bergegas pindah ke lokasi lain, karena menurut warga sekitar ada tempat lain yang wajib jadi destinasi wisata kami. Lagian takut kesorean juga, malah bisa-bisa belum kemanalah-manalah. So, we went to next trip.... Kemanakah ???

To Be Continued...
"Jika bangsa lain saja begitu menghargai budaya kita, kenapa kita tidak menjadi yang pertama sadar diri menghargainya ? Budaya adalah kebanggan bangsa, dan dengannyalah identitas kita dikenal dunia."
Best Regards,