Copyright © Light After Darkness
Design by Dzignine
Minggu, 14 Februari 2016

Mari bahagia menjadi Apoteker...

Dear All,
Saya ingin menceritakan mengenai kehidupan Apoteker di era ini. Beberapa waktu yang lalu, saya browsing artikel-ertikel ringan tentang kehidupan Apoteker, termasuk tulisan-tulisan lepas di media tulis publik seperti kompasiana. Ketika saya ketikkan keyword apoteker, dan searching, masih banyak saya temui tulisan mengenai kehidupan Apoteker, atau bahkan kehidupan pendidikan pra-Apoteker yang gundah gulana.

Kehidupan pendidikan farmasi selalu dikeluhkan penuh dengan kesibukkan, baik itu karena tugas kuliah, praktikum dan laporannya, serta berbagai mata kuliah yang sulit. Sebagian besar mahasiswa farmasi mengalami kegerahan kehidupan dunia kampus ketika masuk era semester 2-6 dimana praktikum hampir setiap hari dilakukan, dengan berbagai bentuk laboratorium, dari laboratorium anatomi, kimia, teknologi farmasi, farmakologi dan lainnya. Mereka selalu merasa masa muda mereka terenggut.

Ketika mereka sudah menjadi Apoteker, mereka menghadapi problema baru yang lebih kompleks. Dimulai dari segudang tanggung jawab dan kewajiban yang harus dilakukan, baik itu kepada sejawat profesi, sejawat tenkes, masyarakat, apalagi dalam posisi sudah disumpah dihadapan Tuhan. Mereka harus menaati segala aturan,; dari aturan pemerintah, aturan organisasi profesi, ditambah aturan tempat kerja. Ketika sudah bekerja, mereka mendapat problem lagi dari kurangnya penerimaan sejawat tenaga kesehatan lain; tidak diketahui eksistensinya oleh masyarakat,; dan kesejahteraan yang dirasa masih kurang. Wow... semuanya terdengar galau sekali. Tapi itulah kurang lebih sebagian rangkuman kegalauan Apoteker dari tulisan-tulisan yang mereka buat di dunia maya.

Tapi apakah Apoteker hanya hadir untuk bersusah payah seperti itu ? bisakah kita bersama-sama berubah menjadi Apoteker yang bahagia ?

Jawabannya adalah bisa,... yang penting adalah ubah mindset dulu. Bahwa bahagia itu adalah kenikmatan dan keberkahan saat menjalankan sesuatu. Tidak hanya saat mendapat sesuatu, atau dianggap sesuatu. Benarkan ?

Tidak bisa dipungkiri, bahwa yang disebut tadi adalah kegalauan kegalauan hidup, yang sebenarnya bersifat universal. Maksudnya adalah bahwa masalah seperti tadi itu bisa terjadi kepada profesi atau orang dengan pekerjaaan apapun. Kita harus tumbuh menjadi lebih kuat, dan ikhlas, karena Apoteker adalah profesi mulia yang nilai ibadahnya nyata. Jangan dianggap kalau Apoteker tidak bermanfaat kepada orang lain, walaupun dalam posisi tidak melayani masyarakat langsung. Apoteker memiliki ilmu yang besar manfaatnya kepada masyarakat terutama di bidang kesehatan.

Maka dari itu saya kira daripada mengeluhkan keadaan, akan lebih baik kita meningkatkan kompetensi kefarmasian dengan bahagia agar lebih mampu lagi melayani masyarakat, Sehingga Tuhan tidak hanya akan memberi kesejahteraan, penerimaan atau apapun yang dikeluhkan, namun juga memberikan keberkahan kepada pekerjaan profesi Apoteker.

Mari menjadi Apoteker yang lebih bahagia...
Best Regards,