Copyright © Light After Darkness
Design by Dzignine
Senin, 02 Februari 2015

Trilogi Masa Sekolah : Sekolah Menengah Pertama

Dear Sinnamate
Kali ini saya akan melanjutkan kisah nostalgia kehidupan sekolah dalam trilogi masa sekolah yang kedua. Kisah berawal dari setelah kelulusan SD saya mendaftar ke SMP favorit di kecamatan saya dan alhamdulillah diterima. Ada beberapa teman satu SD yang juga mendaftar disana dan diterima, bahkan 2 diantaranya menjadi teman satu kelas lagi.

Hari-hari pertama di sekolah saya isi dengan berkenalan dengan berbagai siswa dari berbagai asal sekolah sembari  menjalani  serangkaian kegiatan MOS (masa orientasi siswa), yang diisi oleh organisasi kesiswaan yang namanya OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) beserta anggotanya yang notabene adalah kakak kelas. Saat itu temen-temen saya yang sudah mulai membicarakan para pengurus OSIS yang katanya ganteng (hadehhh korban sinteron). Dan awalnya saya berpikir “keren juga yah jadi pengurus OSIS”.

Di SMP satu guru mengampu satu jenis mata pelajaran. Artinya akan ada banyak sekali guru bergantian mengajar kami. Mereka mempunyai karakter yang berbeda-beda, ada yang baik; yang disiplin; yang lucu; ada pula yang serius. Tinggal bagaimana pinter-pinter kita menyikapi karakter tersebut. Saat kelas 1, saya punya guru favorit yaitu guru Biologi. Beliau selalu baik dan memuji saya yang katanya mirip Rio Febrian atau mirip pemeran film DAN. Karena beliau juga saya tambah interest ke Biologi.

Diluar kelas saya sempet ikut-ikut kegiatan seperti paskib karena punya postur tinggi dan juga ekskul sains seperti pembuatan karya tulis ilmiah, kreasi matematika, dan pesona sains laboratorium (gilee eksul masa muda saya udah kaya ilmuwan,, sekarang tinggal kenangan hehehe). Saya juga berminat masuk ke OSIS dan Pramuka, yahh tapi kalau dipilih sih.

Tapi yang terjadi selanjutnya adalah saat kelas 1 saya terserang penyakit tipus yang membuat saya bolak-balik tidak masuk sekolah hingga pernah opname. Saya kehilangan momen pendaftaran OSIS atau Pramuka. Saya jadi jarang ikut ekskul, dan karena jarang masuk saya dicap “tidak niat sekolah” oleh guru PPKN yang tidak tahu kalau saya sedang sakit. Diluar kelas, saya dicap sebagai murid yang “rapuh oleh banyak guru lain yang tidak tahu kondisi saya, termasuk ketika saya ditegur gara-gara saat memakai jaket ketika istirahat. Tiba-tiba Beliau berkata “ ehh kamu kenapa pakai jaket, yang lain aja tidak pakai panas-panas gini ?!” saya cuma menjawab “maaf pak saya sedang sakit”.

Si jaket merah adalah trademark saya saat kelas 1. Ketika ujian tiba, saya baru masuk h-1 pelaksanaannya. Nilai saya tidak terlalu baik, bahkan PPKN saya dinilai 6 di rapot walaupun nilai saya diatas itu sebenarnya namun karena dinilai suka bolosan. Nilai Ekskul saya pun C dan sama sekali tidak masuk sepuluh besar kelas. Memasuki semester 2, Tipus saya kumat-kumatan walaupun relatif membaik. Nilai ujian saya turut membaik termasuk PPKN. Guru PPKN kini telah mengetahui kondisi saya setelah diedukasi oleh wali kelas dan keluarga saya, dan menjadi salah satu guru favorit saya di kemudian hari.

Setelah memperbaiki diri di semester 2, akhirnya saya naik ke kelas 2 dengan nilai yang lebih baik dari semester sebelumnya. Namun saya justru mendapat kejutan setelah dimasukkan ke kelas 2 yang isinya anak-anak berprestasi saat kelas 1 nya. Baik itu penguasa peringkat sekolah, para aktivis atau para peserta lomba, yang membuat saya bingung kenapa  masuk ke kelas tersebut. Pertama masuk mengetahui bahwa isinya para "siswa tenar", perasaan minder mulai muncul, bahkan beberapa teman yang berkenalan denganku adalah para penghuni rangking 5 besar di kelasnya.

Di sekolah kami memang ada project yang disebut “kelas unggulan”, yang isinya adalah para siswa dengan nilai rapot 95 keatas yang dijadikan satu kelas. Kelas tersebut menjadi percontohan akademis bagi kelas yang lain. Yang tidak mampu bersaing di kelas itu akan dieliminasi dari kelas tersebut dan digantikan oleh siswa yang terbaik dari kelas non-unggulan. Wow bisa dibayangkan aroma persaingan akademis di dalamnya. Dulu karena jamannya acara reality show pencarian bakat Akademi Fantasi Indosiar yang banyak menggunakan kata “eliminasi” maka kata tersebut menjadi booming juga diantara kami para siswa sekolah (khususnya kelas saya). Padahal nilai saya saat masuk kelas ini adalah 95, artinya saya yang paling rendah nilainya saat masuk kelas ini ???

Dikelompokkan bersama dengan para siswa-siswa terbaik punya sisi positif. Selain kita bisa meniru cara belajar mereka, kita juga menjadi lebih termotivasi dalam belajar. Kelas kami diisi oleh orang-orang luar biasa, dan juga superior di rangking sekolah (tapi bukan saya yah..karena saya termasuk yang biasa aja hehe). Uniknya saya berkumpul dengan rekan-rekan saya saat dulu SD mengikuti lomba keteladanan dalam kelas ini. Mereka masuk SMP yang sama, dan saat dikelas 1 di kelas yang berbeda, mereka tampaknya menunjukkan prestasi.

Masuk ke kelas 3, pengaturan siswa untuk masing-masing kelas dikembalikan lagi seperti saat kelas 1. Disini saya punya target untuk lulus dengan nilai baik dan bisa masuk di SMA favorit di kabupaten. Rencana yang realistis dan hampir mirip dengan saat akan lulus SD. Tapi aneh sekali, saya kembali sakit-sakitan di kelas ini. Saya kembali mengalami masa-masa sering tidak masuk sekolah dan les, sehingga persiapan ujian nasional menjadi tidak fokus. Hingga ketika saya mengikuti UN dengan persiapan seadanya, walaupun saya lulus tapi nilainya tidak optimal. Mimpi masuk ke SMA favorit di kabupaten pun harus saya tutup rapat-rapat dan mencoba realistis mendaftar ke sekolah yang bisa “menerima” saya dengan nilai yang ada. Namun begitu selalu ada hikmah dalam setiap kejadian, walaupun jujur saat itu rasanya sedih juga.

Walaupun perjalanan di SMP no fully of Happy ending tetap ada  berbagai momen menarik di waktu itu yang layak dikenang, seperti :
1.  Disini saya inget banget sama kegiatan yang  disebut class meeting. Lomba antar kelas untuk mengisi waktu dari saat setelah ujian sekolah berakhir ke pembagian rapot. Lomba biasanya diisi dengan tema seni atau olahraga. Dulu ada lomba basket, futsal, dance, senam, atau bahkan fashion show(fashion show nya baju muslim lagi).

2. Selain class meeting tiap tahun ada lomba yang unik yaitu uji ketangkasan atau outbond. Jadi dalam tiap kelas dibagi beberapa grup yang isinya 9-10 anak, lalu mereka ke pos-pos tertentu dan disana mereka mengerjakan soal sambil menyelesaikan berbagai tantangan fisik yang menarik. Tim saya pernah menjadi yang terbaik se sekolahan lho.

3. Kegiatan yang menarik selanjutnya adalah semacam olimpiade antar kelas, kalau ngga salah namanya  Uji Kreativitas. Semua siswa wajib menjadi pesertanya, bukan cuma perwakilan kelas. Seluruh siswa dituntut mendaftar ke berbagai stand yang isinya lomba yang bermacam-macam dengan juri adalah para guru.  Jika mendapat nilai baik, kami akan mendapat medali emas atau perak atau mungkin perunggu. Sebenarnya bukan medali beneran karena hanya ada kertas segitiga berwarna kuning , hijau dan merah hehehe. semua siswa kemana-mana bawa selempang untuk tempat pemasangan medali. Sekolah menargetkan kami harus memiliki sekitar 5 atau tujuh medali meskipun perunggu semua isinya. Jadi jika tidak memenuhi target minimal dalam waktu 3 hari, maka kami akan dihukum entah itu membersihkan WC atau kelas.

Perolehan saya sih standar-standar saja saat lomba ini, dengan kebanyakan medali hanya perak saja. Rata-rata tiap tahun saya hanya dapat medali 11-15 saja. Bagi yang aktif dan pinter-pinter, mereka bisa sampai 20 an dan banyak emasnya (dahsyat), kadang ada pula yang sengaja pamer medali emasnya doang biar keliatan pinter (yang perunggu dikantongin). Di akhir nanti akan ada penghargaan tiap yang terbaik di masing-masing stand dan yang terbanyak mendapatkan medali. Macam stand nya itu misalnya lomba adzan, Membaca Al Qur'an (Qiroah), membaca tulisan jawa, menyanyi macapat dan campursari, Seni baca puisi, seni musik, seni drama, tata busana, Pidato bahasa indonesia dan bahasa jawa, kreasi matematika, analisis lingkungan, dsb (lupa apa lagi...padahal banyak).

4. Waktu SMP ini saya semakin tenggelam dalam dunia playstation. Apalagi saya dibelikan playstation sendiri di rumah. Tiap hari kerjaanya hanyalah main PS dan beli kaset. Kelas 2, saya mulai mengenal PS 2, dan hampir tiap hari rental PS.

5. Bicara love story, di SMP justru tidak terlalu banyak momen yang sweet, karena saya  jarang masuk sekolah. Tapi ada beberapa siswi yang membuat saya kagum karena kepintarannya, kebaikannya dan kecantikannya hehe. Ada beberapa juga yang dikecengin oleh temen-temen ke saya. Di SMP baru kenal saya dengan yang namanya geng dimana ada gang anak-anak yang popular dan yang cupu (mungkin terbawa sinetron remaja yang mulai tumbuh di tivi). Mungkin saya termasuk golongan cupu menengah kebawah waktu SMP.\

Yah begitulah, sejujurnya masa SMP adalahsalah satu masa dimana saya ingin kembali dan memperbaiki beberapa hal walaupun itu tidak mungkin hehe. Tapi sekarang saya merasa, jika masa SMP saya tidak seperti itu mungkin masa SMA saya juga akan berbeda. Maka yang lalu biarlah berlalu pasti semuanya akan memberikan kita pelajaran yang bisa diambil hikmahnya.

Thanks my Lovely Junior High Shool Moment. 2002-2005.
Best Regards,