Pagi ini saya akan posting mengenai tema kuliner. Sejujurnya pagi-pagi posting tentang kuliner itu rasanya apalah-apalah banget, karena bikin perut saya tambah kruyukan. Tapi ya begitulah pagi-pagi memang harus diisi yang seger-seger. Jangan seperti di media informasi sebelah yang isinya cuma berita korupsi, pembunuhan, pembegalan.... hmm.rasanya segala bentuk kejahatan keluar semua dan malah jadi headline. Gimana saya mau hidup positif di tiap harinya, kalau masih pagi udah dicekokin berita kriminal terus (betul?).
Sebenarnya ini lanjutan kisah perjalanan saya dan keluarga ke Dieng (part 1 ; part 2). Setelah memutuskan pulang dari Dieng, kami berencana mencoba kuliner khas kota wonosobo yang katanya sih melegenda dan sudah jadi trademark kuliner disana. Nama kulinerya adalah Mie Ongklok. Katanya belum sempurna main ke Wonosobo, kalau belum mencoba kuliner yang satu ini. Di perjalanan menuju ke tempat yang menjual Mie Ongklok, saya bertanya-tanya dalam benak seperti apa rasanya ??? apakah seperti mie ayam ? atau bakmi ? atau malah jangna-jangan seperti mi instan >,<.
Akhirnya kami sampai juga ke Kedai Mie Ongkloknya setelah muter-muter harus bertanya arah di dalam kota. Ternyata tempat yang jualan Mie Ongklok ini cukup laris, terbukti dengan banyak pembeli bahkan sampai tumpeh-tumpeh ke pinggir jalan. Pembelinya juga banyak yang pendatang dari luar kota(buktinya plat mobil luar kota semua) dan parkirnya sudah berderet-deret hinga belasan meter dari depan warung. Kami jalan kaki 50 meteran dari tempat parkir ke warung makan tersebut, dan kebagian tempat duduk di luar (lebih tepatnya di pinggir jalan)saking penuhnya tempat duduk dalam. Tapi engga masalah, soalnya jalan di tempat makan kami tidak terlalu ramai atau polusif dan lagi pula bisa lihat pemandangan gunung (sindoro atau sumbing ya ???) dari tempat kami duduk. Suasananya adem dan asyik pokoknya...
Tidak menunggu terlalu lama, datanglah Mi Ongklok dan pendamping-pendampingnya yang kami pesan sebagai sajian yang lengkap dan komprehensif (apalah banget bahasa saya). Kok ada pendampingnya ? Katanya sih, pendamping ini menunjang si menu utama nya jadi tambah spesial. Pendampingnya adalah sate sapi dan Tempe kemul (hihihi karena daerah dingin jadi kemulan (selimutan) apa ?).. Sepintas sebelum makan, saya mencoba mengamati mie ongklok ini yang terlihat seperti bakmi dan mie ayam. Tapi daripada kelamaan penasaran.... langsung saja kami menyantapnya. Mari makannn....
Hasilnya..... rasanya juara !!!. Kalau menurut lidah saya yang "awam kuliner" sih, Mie Ongklok ini enak rasanya. Emang sih mie nya adalah mie kuning biasa, cuma bumbu-bumbunya itu beda dengan mie lain. Ketika biiasanya mie pakai toge, kalau yang ini pakai potongan kubis dan kucai. Nah kucai ini banyak ditemukan di daerah tinggi seperti wonosobo gini (jadi emang special vegetable, di tempat lain belum tentu ada). Kuahnya sendiri kental enak dan terbuat dari saripati singkong, gula merah, udang kering dan beberapa rempah rahasia (wow). Kata ongklok itu berasal dari kata ongklok-ongklok atau kocok-kocok (sebenernya artinya lebih kepada mencelupkan berkali-kali). Jadi mie beserta sayur-sayuran dimasukan kedalam wadah berupa saringan bambu, kemudian dicelup-celupkan ke air mendidih, sebelum diguyur dengan kuah yang rasanya dahsyat.
Pendamping pertama dari mie onklok ini adalah sate sapi. Sate sapi ? kenapa bukan sate ayam, kambing, kelinci, kuda nil dsb. Sate sapi dikenal memiliki tekstur yang pas bila dinikmati dengan santapan mie. Hmm... mungkin ini berdasar riset dan pengalaman empiris cara menyantap mie ongklok yang baik (halahh). Pendamping kedua adalah tempe kemul. Tempe ini beda dengan tempe goreng ataupun tempe mendoan. Tempe kemul adalah tempe yang digoreng dengan dibalut dengan gandum (tuh kan bener "selimutan" gandum), pastinya bikin tambah kenyang dan obat bagi perut-perut keroncongan.Tempe ini berwarna kekuningan, karena ada kunyit dan juga terdapat irisan kucai.
Waktu itu saya makan di Mie Ongklok Longkrang, yang kata orang-orang wonosobo dikenal sebagai salah satu penjual mie ongklok "legendaris". Dilihat dari ramai pembelinya, dan enak rasanya saya kira tidak salah juga orang beranggapan seperti itu. Mie ongklok ini memang kalau dilihat-lihat kuahnya seperti berlendir gitu, tapi please, dont judge book from the cover, karena itu tidak membuat kalian harus ragu untuk mencobanya. Rasanya waktu saya malah masih pengin nambah hehehe. Dulu harganya juga murah banget semangkok cuma Rp. 5000, dengan sate sekitar Rp 10.000-15.000 dan tempe kemul Rp 500 per biji (gimana engga rame liat harga seginian hehe).
Akhirnya tuntas sudah wisata kami di Dieng dan Wonosobo, mungkin lain kali saya akan maen lagi kesana... dan nyobain mie ongklok yang yummy itu lagi.
Mau coba ??? ya beli sendiri atuhhh hehehe
Best Regards,