Setiap pagi sebelum menjalani aktivitas, saya harus selalu sarapan pagi. Harus ? kalau saya sih yes.. karena sebenarnya memang sudah kebiasaan dari kecil kalau pagi sebelum beraktivitas pasti dibuatkan sarapan dan memang pernah kena sakit Maag juga, sehingga khawatir lambung perih dan mengganggu aktivitas bila tidak makan pagi.
Sejak jaman sekolah sampai kuliah, sarapan yang lazim terutama bila jam masuknya pagi (07.00 WIB) adalah telur dadar dan nasi goreng. Jika masuknya rada siangan dikit, menunya ada tambahan gorengan atau tumis. Menu yang sama bertahun-tahun tapi tidak bosan-bosan (karena kokinya jagoan =D). Sejujurnya kalau sarapan sereal, roti apalagi sandwich, saya tidak pernah merasa kenyang, maklum lahh mungkin ini yang namanya lidah desa hehehe.
Waktu di perantauan pun tidak luput dari namanya hunting sarapan, baik itu saat jaman PKPA atau kerja. Dulu waktu di yogyakarta saya biasanya hunting sarapan di jalan kauman. Disana banyak pedagang makanan dan jajanan dengan banyak varian. Ada nasi plus tumis, ikan, daging ayam, atau bungkusan nasi kuning, nasi uduk sampai bubur ayam. Biasanya saya beli makanan besar plus jajanan pasar seperti lapis, kue sus plus jus jambu biji atau susu kedelai. Biasanya tambah buah pepaya yang penuh serat untuk memperlancar pencernaan. Saat menjadi perantauan di Semarang, di deket kos an ada warung nasi yang pagi-pagi sudah menyediakan nasi,tumis, daging plus gorengan lengkap... dan harganya murah meriah (Rp 4000-7000).
Waktu kerja di Bandung saya sedikit berubah selera sarapan, yaitu berubah dari nasi menuju opsi lain yang lebih simple. Biasanya saya hanya mengkonsumsi bubur kacang hijau plus roti tawar 1-2 lembar, kadang-kadang ganti beli nasi kuning porsi lengkap yang murah meriah pakai telur, krupuk dan gorengan (Rp. 6000). Jika jadwal shift siang atau hari libur, saya biasanya sarapan opsi kupat tahu plus gorengan yang saya hunting di warung yang berbeda-beda. Di awal-awal saya di Bandung masih sempet beli nasi plus telur dadar yang ditemui di warung deket mess, tapi karena sedikit ribet kalau sarapan dan kurang simple jadi saya ganti dengan menu lain.
Bicara kupat tahu, ternyata para penjualnya adalah orang jawa Tengah, notabene masih sedaerah, bahkan waktu saya beli tidak jarang dialog yang kami ucapkan adalah bahasa jawa. Percaya atau tidak, ketemu orang satu daerah di perantauan itu rasanya menyenangkan (meskipun ngga kenal dan daerahnya sebenarnya ngga deket-deket juga) dan jadi nambah silaturahmi. Kadang-kadang dapet kortingan juga karena kenal hehe (ini efek menguntungkannya). Selama saya merantau, tidak sedikit bertemu orang-orang sedaerah yang membuat suasana perantauan tidak menjadi begitu asing.
Kembali ke sarapan pagi, Adolphus et al (2013) dalam penelitiannya menyampaikan kalau sarapan pagi dapat meningkatkan efek positif bagi para pelajar atau pekerja. Di tempat mereka sekolah atau bekerja terjadi peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas yang berimbas pada peningkatkan prestasi tempat tersebut. Bagi pelajar, sarapan pagi terbukti meningkatkan efek positif bagi peningkatan prestasi akademis, diambil dari sample pelajaran matematika dibandingkan dengan yang tidak sarapan. Tidak hanya di eropa atau amerika, penelitian di ras asia yaitu oleh So WY (2014), menunjukkan frekuensi sarapan pagi berkorelasi positif dengan peningkatan prestasi akademis remaja cowo atau cewek normal di korea (maksudnya siswa yang sarapan tiap hari lebih bagus prestasinya dibandingkan dengan yang seminggu cuma sarapan 3 kali).
Banyak hal yang membuat orang tidak sarapan, selain karena malas, ribet, tapi juga karena kesiangan dan terburu-buru harus berangkat. Beberapa orang mungkin lebih membutuhkan tidur lebih lama daripada harus makan di pagi hari. Beberapa orang mengaku dengan sarapan perut mereka malah menjadi melilit dan harus ke toilet untuk buang air besar. Hal itu akan memakan waktu mereka di pagi hari.
Saya sendiri merasa perlu untuk sarapan... bagaimana dengan kamu ?
Best regards,