Dear All,
Di era kesehatan modern, perkembangan dunia kesehatan menuju sebuah era baru pelayanan kesehatan yang berbasis kepada patient oriented. Hal itu membuat dunia kesehatan , khususnya kedokteran dan farmasi bekembang melakukan berbagai improvement dan research untuk terus memenuhi kebutuhan kesehatan pasien, seiring permasalahan kesehatan yang semakin kompleks. Khususnya di dunia farmasi, dunia barat melakukan berbagai penelitian dan penemuan yang banyak jumlahnya, dan menjadi rujukan ilmu kefarmasian seantero dunia. Lantas bagaimana dengan dunia timur ?, sejatinya perkembangan dunia kefarmasian pernah mengalami "era emas" pada saat dulu di era timur, yaitu era muslim bahkan menjadi kiblat ilmu kefarmasian. Bagaimana sejarahnya ? Check This Out...
Menurut Nabi Muhammad SAW "Tidak ada penyakit yang telah Allah ciptakan, kecuali Dia juga telah menciptakan obat nya." (HR Bukhari), hal ini adalah dasar pemikiran para ilmuwan-ilmuwan islam di era selanjutnya untuk berkarya dan berpikir untuk melakukan perkembangan ilmu pengobatan. Pada abad ke 9, perkembangan dunia medis dan pengobatan mulai muncul dipelopori oleh komunitas medis muslim. Beberapa tokoh terkenal seperti Ar-Razi dan Ibnu Sina bermunculan sebagai tokoh kedokteran dan farmasi.
Toko obat pertama di dunia didirikan di dunia Arab (Baghdad 754). Howard R. Turner dalam bukunya berjudul Science in Medievel Islam serta Philip K
Hitti dalam bukunya yang berjudul History of Arab, juga menyatakan peradaban Islam yang pertama kali mendirikan apotek dan sekolah kefarmasian, hal ini menyebabkan banyak apotek tumbuh di kota-kota islam pada eranya tidak hanya di kota Baghdad -
kota metropolis dunia di era kejayaan Abbasiyah. Para ahli farmasi ketika itu sudah mulai
mendirikan apotek dan menggunakan keahlian yang dimilikinya
untuk meracik, menyimpan, serta memberikannya ke pasien. Pemerintah di era tersebut pun turun mendukung perkembangan di bidang farmasi.
Rumah sakit milik pemerintah mendirikan laboratorium
untuk meracik dan memproduksi aneka obat-obatan dalam skala
besar. Keamanan obat-obatan yang dijual di apotek pribadi dan pemerintah
diawasi secara ketat dan secara periodik oleh pemerintah melalui pejabat dari
Al-Muhtasib (Semacam BPOM) yang mengawasi dan
memeriksa seluruh toko obat dan apotek. Para pengawas dari Al-Muhtasib
secara teliti mengukur akurasi berat (mengkalibrasi alat ukur dan timbang) dan ukuran kemurnian dari obat yang
digunakan. Semua itu dilakukan
semata-mata untuk melindungi masyarakat dari bahaya obat-obatan yang tak
sesuai dengan aturan. Ini adalah bukti dasar-dasar patient oriented telah diperkenalkan di era lampau.
Perkembangan ilmu botani dan kimia telah mendorong umat Muslim untuk mengembangkan farmasi. Pada masa itu, ilmuwan Muslim seperti Muhammad ibnu Zakariya ar-Razi (865-915 M) alias Razes turut mengembangkan pengobatan dengan menggunakan obat-obatan. Selain itu, dokter dan ahli farmasi Muslim lainnya Abu al-Qasim al-Zahrawi alias Abulcasis (936-1013 M) juga tercatat sebagai saintis perintis dalam bidang distiliasi dan sublimasi. Tak cuma itu, Sabur ibnu Sahl (wafat 869 M), juga tercatat sebagai dokter pertama yang mencetuskan pharmacopoedia. Ia telah menjelaskan beragam jenis obat-obatan untuk mengobati penyakit. Ilmuwan Muslim lainnya yang turut menopang tumbuhnya apotek di era Islam adalah al-Biruni (973-1050 M). Sang ilmuwan legendaris Islam itu telah menulis buku farmakologi yang sangat berharga bertajuk Kitab al-Saydalah ( Buku tentang Obat-obatan).
Dalam kitabnya itu, al-Biruni menjelaskan secara detail pengetahuan mengenai peralatan untuk pembuatan oba-obatan, peran farmasi, fungsi serta tugas apoteker. Ia juga menjelaskan tentang apotek. Ilmuwan Muslim lainnya, Ibnu Sina alias Avicenna juga menulis tak kurang dari 700 persiapan pembuatan obat, peralatannya, kegunaan dan khasiat obat -obatan tersebut. Kontribusi Ibnu Sina dalam bidang farmasi itu dituliskannya dalam bukunya yang sangat monumental Canon of Medicine. Ilmuwan lain adalah al-Maridini dan Ibnu al-Wafid (1008-1074). Kedua karya ilmuwan Muslim itu telah dicetak dalam bahasa Latin lebih dari 50 kali. Kitab yang ditulis keduanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin berjudul De Medicinis universalibus et particularibus dan Medicamentis simplicibus. Bisa jadi perkembangan ilmu pengobatan berkembang pesat, karena banyak sekali karya tulis yang diciptakan para ilmuan di zaman tersebut.
Sejak dulu, apotek yang dikelola apoteker merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pelayanan kesehatan yang terpadu Hal itu sama halnya dengan farmasi dan farmakologi yang juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ilmu kedokteran. Dunia farmasi profesional secara resmi terpisah dari ilmu kedokteran di era kekuasaan Kekhalifahan Abbasiyah. Terpisahnya farmasi dari kedokteran pada abad ke-8 M, membuat apoteker menjadi profesi yang independen dan sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Jadi seharusnya kedua disiplin ilmu ini merupakan dua ilmu yang mampu melengkapi satu sama lain.
Perkembangan ilmu botani dan kimia telah mendorong umat Muslim untuk mengembangkan farmasi. Pada masa itu, ilmuwan Muslim seperti Muhammad ibnu Zakariya ar-Razi (865-915 M) alias Razes turut mengembangkan pengobatan dengan menggunakan obat-obatan. Selain itu, dokter dan ahli farmasi Muslim lainnya Abu al-Qasim al-Zahrawi alias Abulcasis (936-1013 M) juga tercatat sebagai saintis perintis dalam bidang distiliasi dan sublimasi. Tak cuma itu, Sabur ibnu Sahl (wafat 869 M), juga tercatat sebagai dokter pertama yang mencetuskan pharmacopoedia. Ia telah menjelaskan beragam jenis obat-obatan untuk mengobati penyakit. Ilmuwan Muslim lainnya yang turut menopang tumbuhnya apotek di era Islam adalah al-Biruni (973-1050 M). Sang ilmuwan legendaris Islam itu telah menulis buku farmakologi yang sangat berharga bertajuk Kitab al-Saydalah ( Buku tentang Obat-obatan).
Dalam kitabnya itu, al-Biruni menjelaskan secara detail pengetahuan mengenai peralatan untuk pembuatan oba-obatan, peran farmasi, fungsi serta tugas apoteker. Ia juga menjelaskan tentang apotek. Ilmuwan Muslim lainnya, Ibnu Sina alias Avicenna juga menulis tak kurang dari 700 persiapan pembuatan obat, peralatannya, kegunaan dan khasiat obat -obatan tersebut. Kontribusi Ibnu Sina dalam bidang farmasi itu dituliskannya dalam bukunya yang sangat monumental Canon of Medicine. Ilmuwan lain adalah al-Maridini dan Ibnu al-Wafid (1008-1074). Kedua karya ilmuwan Muslim itu telah dicetak dalam bahasa Latin lebih dari 50 kali. Kitab yang ditulis keduanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin berjudul De Medicinis universalibus et particularibus dan Medicamentis simplicibus. Bisa jadi perkembangan ilmu pengobatan berkembang pesat, karena banyak sekali karya tulis yang diciptakan para ilmuan di zaman tersebut.
Sejak dulu, apotek yang dikelola apoteker merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pelayanan kesehatan yang terpadu Hal itu sama halnya dengan farmasi dan farmakologi yang juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ilmu kedokteran. Dunia farmasi profesional secara resmi terpisah dari ilmu kedokteran di era kekuasaan Kekhalifahan Abbasiyah. Terpisahnya farmasi dari kedokteran pada abad ke-8 M, membuat apoteker menjadi profesi yang independen dan sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Jadi seharusnya kedua disiplin ilmu ini merupakan dua ilmu yang mampu melengkapi satu sama lain.
Melihat sejarah tersebut, sungguh kagum terhadap pencapaian dan karya yang diberikan oleh umat Muslim pada zaman dahulu. Sebagai umat muslim di era sekarang, sudah seharusnya kita memberikan kontribusi yang baik pula untuk masyarakat... Aminnn... semoga mampu menjadi inspirasi bersama.
Best Regards,