Dear
Sinnamate
Kali ini saya akan melanjutkan kisah nostalgia
kehidupan sekolah dalam trilogi masa sekolah yang kedua. Kisah berawal dari
setelah kelulusan SD saya mendaftar ke SMP favorit di kecamatan saya dan
alhamdulillah diterima. Ada beberapa teman satu SD yang juga mendaftar disana
dan diterima, bahkan 2 diantaranya menjadi teman satu kelas lagi.
Hari-hari pertama di sekolah saya isi
dengan berkenalan dengan berbagai siswa dari berbagai asal sekolah sembari menjalani serangkaian kegiatan MOS (masa orientasi siswa), yang diisi oleh organisasi kesiswaan yang namanya OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) beserta anggotanya yang notabene adalah kakak kelas. Saat
itu temen-temen saya yang sudah mulai membicarakan para pengurus OSIS yang
katanya ganteng (hadehhh
korban sinteron). Dan awalnya
saya berpikir “keren juga yah
jadi pengurus OSIS”.
Di SMP satu guru mengampu satu jenis mata
pelajaran. Artinya akan ada banyak sekali guru bergantian mengajar kami. Mereka
mempunyai karakter yang berbeda-beda, ada yang baik; yang disiplin; yang lucu;
ada pula yang serius. Tinggal bagaimana pinter-pinter kita menyikapi karakter
tersebut. Saat kelas 1, saya punya guru favorit yaitu guru Biologi. Beliau
selalu baik dan memuji saya yang katanya mirip Rio Febrian atau mirip pemeran
film DAN. Karena beliau juga saya tambah interest
ke Biologi.
Diluar kelas saya sempet ikut-ikut
kegiatan seperti paskib karena punya postur tinggi dan juga ekskul sains seperti
pembuatan karya tulis ilmiah, kreasi matematika, dan pesona sains laboratorium
(gilee eksul masa muda saya
udah kaya ilmuwan,, sekarang tinggal kenangan hehehe). Saya juga berminat masuk ke OSIS dan
Pramuka, yahh tapi kalau dipilih sih.
Tapi yang terjadi selanjutnya adalah saat
kelas 1 saya terserang penyakit tipus yang membuat saya bolak-balik tidak masuk
sekolah hingga pernah opname. Saya kehilangan momen pendaftaran OSIS atau
Pramuka. Saya jadi jarang ikut ekskul, dan karena jarang masuk saya dicap “tidak
niat sekolah” oleh guru PPKN yang tidak tahu kalau saya sedang sakit. Diluar kelas,
saya dicap sebagai murid yang
“rapuh” oleh banyak guru lain yang tidak tahu kondisi saya, termasuk
ketika saya ditegur gara-gara saat memakai jaket ketika istirahat. Tiba-tiba
Beliau berkata “ ehh kamu
kenapa pakai jaket, yang lain aja tidak pakai panas-panas gini ?!” saya cuma menjawab “maaf pak saya sedang sakit”.
Si jaket merah adalah trademark
saya saat kelas 1. Ketika ujian tiba, saya baru masuk h-1 pelaksanaannya. Nilai
saya tidak terlalu baik, bahkan PPKN saya dinilai 6 di rapot walaupun nilai
saya diatas itu sebenarnya namun karena dinilai suka bolosan. Nilai Ekskul saya pun C dan sama sekali tidak masuk sepuluh besar kelas. Memasuki
semester 2, Tipus saya kumat-kumatan walaupun relatif membaik. Nilai ujian saya
turut membaik termasuk PPKN. Guru PPKN kini telah mengetahui kondisi saya
setelah diedukasi oleh wali kelas dan keluarga saya, dan menjadi salah satu
guru favorit saya di kemudian hari.
Setelah memperbaiki diri di semester 2, akhirnya
saya naik ke kelas 2 dengan nilai yang lebih baik dari semester sebelumnya.
Namun saya justru mendapat kejutan setelah dimasukkan ke kelas 2 yang isinya
anak-anak berprestasi saat kelas 1 nya. Baik itu penguasa peringkat sekolah,
para aktivis atau para peserta lomba, yang membuat saya bingung kenapa
masuk ke kelas tersebut. Pertama masuk mengetahui bahwa isinya para "siswa
tenar", perasaan minder mulai muncul, bahkan beberapa teman yang
berkenalan denganku adalah para penghuni rangking 5 besar di kelasnya.
Di sekolah kami memang ada project yang disebut “kelas unggulan”,
yang isinya adalah para siswa dengan nilai rapot 95 keatas yang dijadikan satu
kelas. Kelas tersebut menjadi percontohan akademis bagi kelas yang lain. Yang
tidak mampu bersaing di kelas itu akan dieliminasi dari kelas tersebut dan
digantikan oleh siswa yang terbaik dari kelas non-unggulan. Wow bisa
dibayangkan aroma persaingan akademis di dalamnya. Dulu karena jamannya acara reality show pencarian bakat Akademi Fantasi Indosiar yang banyak menggunakan kata “eliminasi”
maka kata tersebut menjadi booming juga diantara kami para siswa
sekolah (khususnya kelas
saya). Padahal nilai saya
saat masuk kelas ini adalah 95, artinya saya yang paling rendah nilainya saat
masuk kelas ini ???
Dikelompokkan bersama dengan para
siswa-siswa terbaik punya sisi positif. Selain kita bisa meniru cara belajar
mereka, kita juga menjadi lebih termotivasi dalam belajar. Kelas kami diisi
oleh orang-orang luar biasa, dan juga superior di rangking sekolah (tapi bukan saya yah..karena saya termasuk
yang biasa aja hehe). Uniknya
saya berkumpul dengan rekan-rekan saya saat dulu SD mengikuti lomba keteladanan
dalam kelas ini. Mereka masuk SMP yang sama, dan saat dikelas 1 di kelas yang
berbeda, mereka tampaknya menunjukkan prestasi.
Masuk ke kelas 3, pengaturan siswa untuk
masing-masing kelas dikembalikan lagi seperti saat kelas 1. Disini saya punya
target untuk lulus dengan nilai baik dan bisa masuk di SMA favorit di
kabupaten. Rencana yang realistis dan hampir mirip dengan saat akan lulus SD. Tapi
aneh sekali, saya kembali sakit-sakitan di kelas ini. Saya kembali mengalami
masa-masa sering tidak masuk sekolah dan les, sehingga persiapan ujian nasional
menjadi tidak fokus. Hingga ketika saya mengikuti UN dengan persiapan seadanya,
walaupun saya lulus tapi nilainya tidak optimal. Mimpi masuk ke SMA favorit di
kabupaten pun harus saya tutup rapat-rapat dan mencoba realistis mendaftar ke
sekolah yang bisa “menerima” saya dengan nilai yang ada. Namun begitu selalu ada
hikmah dalam setiap kejadian, walaupun jujur saat itu rasanya sedih juga.
Walaupun perjalanan di SMP no fully of Happy ending tetap ada
berbagai momen menarik di waktu itu yang layak dikenang, seperti :
1. Disini
saya inget banget sama kegiatan yang disebut class meeting. Lomba antar
kelas untuk mengisi waktu dari saat setelah ujian sekolah berakhir ke pembagian
rapot. Lomba biasanya diisi dengan tema seni atau olahraga. Dulu ada lomba
basket, futsal, dance, senam, atau bahkan fashion
show(fashion show nya baju muslim lagi).
2. Selain class meeting tiap tahun ada lomba yang unik
yaitu uji ketangkasan atau outbond. Jadi dalam tiap kelas dibagi beberapa grup
yang isinya 9-10 anak, lalu mereka ke pos-pos tertentu dan disana mereka
mengerjakan soal sambil menyelesaikan berbagai tantangan fisik yang menarik. Tim
saya pernah menjadi yang terbaik se sekolahan lho.
3. Kegiatan yang menarik selanjutnya
adalah semacam olimpiade antar kelas, kalau ngga salah namanya Uji Kreativitas. Semua siswa
wajib menjadi pesertanya, bukan cuma perwakilan kelas. Seluruh siswa dituntut
mendaftar ke berbagai stand yang isinya lomba yang bermacam-macam dengan juri
adalah para guru. Jika mendapat nilai baik, kami akan mendapat medali
emas atau perak atau mungkin perunggu. Sebenarnya bukan medali beneran karena
hanya ada kertas segitiga berwarna kuning , hijau dan merah hehehe. semua siswa
kemana-mana bawa selempang untuk tempat pemasangan medali. Sekolah menargetkan
kami harus memiliki sekitar 5 atau tujuh medali meskipun perunggu semua isinya.
Jadi jika tidak memenuhi target minimal dalam waktu 3 hari, maka kami akan
dihukum entah itu membersihkan WC atau kelas.
Perolehan saya sih standar-standar saja
saat lomba ini, dengan kebanyakan medali hanya perak saja. Rata-rata tiap tahun
saya hanya dapat medali 11-15 saja. Bagi yang aktif dan pinter-pinter, mereka
bisa sampai 20 an dan banyak emasnya (dahsyat),
kadang ada pula yang sengaja pamer medali emasnya doang biar keliatan pinter (yang perunggu dikantongin). Di akhir nanti akan ada penghargaan
tiap yang terbaik di masing-masing stand dan yang terbanyak mendapatkan medali.
Macam stand nya itu misalnya lomba adzan, Membaca Al Qur'an (Qiroah), membaca tulisan jawa, menyanyi macapat dan campursari,
Seni baca puisi, seni musik, seni drama, tata busana, Pidato bahasa indonesia
dan bahasa jawa, kreasi matematika, analisis lingkungan, dsb (lupa apa lagi...padahal banyak).
4. Waktu SMP ini saya semakin tenggelam
dalam dunia playstation. Apalagi saya dibelikan playstation sendiri di rumah.
Tiap hari kerjaanya hanyalah main PS dan beli kaset. Kelas 2, saya mulai
mengenal PS 2, dan hampir tiap hari rental PS.
5. Bicara love story, di SMP justru tidak
terlalu banyak momen yang sweet,
karena saya jarang masuk sekolah. Tapi ada beberapa siswi yang membuat
saya kagum karena kepintarannya, kebaikannya dan kecantikannya hehe. Ada
beberapa juga yang dikecengin oleh temen-temen ke saya. Di SMP baru kenal saya
dengan yang namanya geng dimana
ada gang anak-anak yang popular dan yang cupu (mungkin terbawa sinetron remaja yang mulai tumbuh di tivi). Mungkin saya termasuk golongan cupu menengah
kebawah waktu SMP.\
Yah begitulah, sejujurnya masa SMP adalahsalah
satu masa dimana saya ingin kembali dan memperbaiki beberapa hal walaupun itu
tidak mungkin hehe. Tapi sekarang saya merasa, jika masa SMP saya tidak seperti
itu mungkin masa SMA saya juga akan berbeda. Maka yang lalu biarlah berlalu
pasti semuanya akan memberikan kita pelajaran yang bisa diambil hikmahnya.
Thanks my Lovely Junior High Shool Moment. 2002-2005.
Best
Regards,