Dear Sinnamate,
Hari ini agenda saya adalah mengunjungi salah satu rekan yang baru saja melahirkan, sebut saja Aini. Berita yang sangat menggembirakan mengingat yang bersangkutan adalah teman seperjuangan dan seangkatan sejak masuk kerja, jadi secara tidak langsung saya telah mendadak menjadi om bagi putranya.
Teman-teman lain yang seangkatan masuk kerja memang sudah membudayakan tradisi seperti ini dan sudah menjadi semacam "kewajiban" dalam bersosialita di lingkup kami untuk berkunjung jika ada yang nikahan atau lahiran.
Perjalanan membutuhkan waktu sekitar 1 jam dari rumah, dan saya cukup menikmati perjalanan beriringan dengan truk-truk besar >,<. Agaknya, hampir di rute manapun sekarang ini banyak sekali truk-truk bermuatan yang tidak hanya besar, panjang, tapi juga banyak dan beriringan. Kondisi jalanan seperti ini banyak menyulitkan pengendara sepeda motor yang akan mendahului. Saya sendiri mengendarai motor saya dengan cukup santai, tidak ngoyo, dan banyak membiarkan raja jalanan itu lewat duluan.
Setibanya disana, saya disambut wajah pucat namun cerah penuh kegembiraan dari Aini yang habis melahirkan itu. Tidak lupa juga ketemu sama ortunya, dan juga si keponakan baru dedek gundul menggemaskan yang sedang tidur di gendongan neneknya. Saya pun mulai mengobrol, bertanya-tanya, dan mendengarkan kisah heroik dari seorang ibu yang berjuang melahirkan anaknya. Saya mendengarkan dengan seksama kisah mulesnya, proses lairannya, support bidannya, hingga jahitan dan darah >,<. Sebagai lelaki, saya mencoba mengerti, memahami dan menyiapkan diri tentang konsep perjuangan para wanita dalam momen seperti ini sebelum saya melihatnya sendiri kelak.
Kebetulan saya memang tidak sendiri dalam kunjungan itu, ada beberapa rekan lain yang juga datang bareng dan menyusul. Mereka datang dengan keluarga kecil yang bahagia, beserta para suami dan anak yang menggemaskan. Sebagai yang paling single disitu, tentu saya menjadi obyek pertanyaan default masyarakat yaitu
"kapan nikah ?"
"kapan nyusul ?"
"kapan punya dedek kaya gini ?".
Tapi karena saya tidak baperan maka saya cukup menanggapi dengan sunggingan senyuman berbalut kata "doain aja ya biar dimudahkan dan disegerakan"....asekkk...sok bijak gue wkw.
Karena banyak suami-suami, maka saya menjauh dari kerumunan ibu-ibu muda dan lebih memilih berkumpul bersama para gentleman. Banyak ngobrol kita dari masalah rumah tangga sampai pekerjaan. Sampai akhirnya waktu sampai kepada Dhuhur dan kami harus pamit pulang kepada tuan rumah seiring dengan doa-doa keselamatan dan kebahagiaan yang bisa kami panjatkan untuknya. Saya pun pulang, dan membawa sejuta semangat untuk bisa lebih menyiapkan diri sebagai lelaki yang lebih baik.
Demikian perjalanan saya hari ini, intinya adalah penghormatan besar bagi para wanita,,, dan saya sebagai lelaki juga akan berjuang untuk menjadi lebih baik lagi.
Best Regards