Salah satu kegiatan yang saya rindukan dari masa kecil adalah masa ketika saya sedang senang-senangnya mengarang tulisan, essay, atau cerita fiktif. Setiap kali ada pelajaran yang ujiannya mengarang, saya selalu mendapat nilai yang terbaik karena dinilai luas imajinasinya, panjang paragrafnya, banyak wawasannya namun selalu dikomplain karena "jelek" tulisannya.
Keluasan dari wawasan yang saya dapatkan waktu itu adalah karena kegembiraan dan besarnya rasa ingin tahu dari membaca buku. Saya ingat, sejak kelas 2 SD saya sudah mengenal buku bacaan yang tersimpan di perpustakaan SD. Ketika murid lain pulang sekolah dan membayangkan permainan apa yang sore hari akan mereka mainkan, saya justru membayangkan buku apa yang boleh saya pinjam esok hari.
Dulu buku yang paling saya ingin pinjam adalah buku tentang dinosaurus. Sayang, sampai sekarang tidak pernah kesampaian karena waktu itu buku tersebut selalu laris dipinjam kakak kelas 5 atau 6. Saat kelas 2 SD saya pernah dikasih pinjam 3 buah cerita bergambar oleh Ibu wali kelas, karena Beliau tahu bahwa saya adalah anak yang suka membaca dan pinjam buku. Pinjaman itu selalu melekat dalam memori saya, menjadi titik awal gairah imajinasi dimulai, dan lebih berharga dibanding apabila hari itu saya diberi uang jajan atau makanan sekalipun.
Saya adalah penggemar komik, manga, cerita bergambar atau kisah fiktif berseri. Di rumah saya mewarisi berbagai kisah-kisah buku silat dari kakek saya yang kebetulan juga suka membaca. Karya-karya seperti Wiro Sableng, Api di Bukit Menoreh, Bende mataram dsb, bersaing dengan komik komik legendaris seperti Dragoon Ball, Kungfu Boy dan Detective Conan di imajinasi otak saya. Hasilnya kosakata yang saya dapat jauh lebih bervariasi ketika dituliskan dalam lembar ujian bahasa indonesia dibandingkan kawan-kawan saya di kelas.
Menginjak masa remaja, semakin lama saya semakin jauh dari dunia literasi, baik sebagai pembaca ataupun Penulis. Saya menghabiskan waktu untuk beraktivitas di lapangan dengan berbagai kegiatan seperti olahraga, musik dan segala bentuk pergaulan yang lain. Buku-buku bacaan menjadi terpinggirkan, dan semakin lama hanya menjadi tumpukkan berdebu tebal yang tersimpan di pojok lemari. Untuk menyentuhnya saja terasa lelah, bahkan untuk membuka lembar demi lembar halamannya pun enggan.
Sebenarnya saya rindu membaca dan menulis, ketika suatu saat saya berkunjung di sebuah perpustakaan daerah, jiwa literasi saya yang mungkin hampir padam terasa dinyalakan lagi. Ingin saya menulis sebuah untaian kisah yang teliti dan mengalir tak terburu-buru menuju akhir kisah. Mungkin itulah salah satu alasan kenapa saya membuat Sinnalight ini, yaitu untuk mengembalikan sebuah jatidiri besar yang telah saya kerdilkan sendiri
Best Regards,